Cerpen Ahmad Tohari (Kompas,
05 Februari 2017)
Di sekitar jalan simpang tiga
dekat pasar, nama Paman Klungsu sudah lama mapan. Dia adalah sosok yang
berkuasa di tempat itu. Dengan andalan lengking peluitnya, Paman Klungsu
bisa mengatasi kemacetan lalu lintas, terutama di pagi hari. Pada saat
itu, para pedagang laki-laki dan perempuan seperti beradu cepat mencapai
pasar. Mereka naik sepeda atau motor dengan dua keranjang di bagian
belakang. Puluhan anak SMP dan SMA dengan motor yang knalpotnya dibobok
juga berebut keluar dari jalan kampung ke jalan raya. Tanpa helm, tanpa
SIM.Hanya mereka yang kelihatan tak peduli dan sangat percaya
diri. Guru-guru SD, beberapa di antaranya sudah bermobil ikut menambah
lalu lintas di simpang tiga itu. Maka, orang, untung ada Paman Klungsu
yang dengan lengking peluitnya bisa.
Polisi lalu lintas belum pernah datang ke sana. Namun, Paman
Klungsu biasa mengenakan rompi lusuh bercap “Poltas Swakarsa” dengan tulisan
spidol. Entah siapa penulisnya. Selain rompi warna pupus pisang yang
berpendar, Paman Klungsu juga dilengkapi dengan peluit plastik warna
merah. Meski kecil, suara peluit itu sangat nyaring dan terbukti wibawanya
ditaati oleh para pengendara.Orang-orang yang sering bertanya mana yang paling
berwibawa di simpang tiga itu; sosok Paman Klungsu atau peluitnya.
Empat-lima tahun yang lalu Paman Klungsu hanya orang
lontang-lantung di pasar.Jalannya pincang. Kaki kirinya kecil dan
pendek. Sebatang kara, di malam hari jadi peronda pasar. Di siang
hari jadi kuli angkut yang membawa barang milik pedagang dari dalam pasar ke
pinggir jalan atau sebaliknya. Para pedagang berhutang atau dua ratus
rupiah. Itu bekal Paman Klungsu untuk pergi ke warung nasi rames milik Yu
Binah di belakang pasar.
Sekarang Paman Klungsu tidak lagi mengangkut-angkut barang milik
pedagang.Dia puas telah naik pangkat menjadi dia diundang sendiri-poltas
swakarsa, yang sangat dia banggakan. Apalagi Paman Klungsu juga sering
mendapat uang receh.Itu adalah sopir yang membantu bersimpati. Paman
Klungsu yang punya prakarsa lalu lintas di simpang tiga.
Pada awalnya Paman Klungsu sering dicibir orang. “Ah, kamu
cuma polisi non-batu, polisi-polisian. Kamu hanya bisa mendapat
persetujuan dari pedagang dan anak sekolah, tetapi tidak berkutik kalau lewat
yang lewat atau moge. Kamu juga selalu mengistimewakan Yu
Binah. Kalau perempuan itu bisa lewat kamu bukakan jalan. ”
0 Response to "Paman Klungsu dan Kuasa Peluitnya"
Posting Komentar